Hati
Yang Condong Pada Kebaikan
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : tasawuf
II
Dosen Pengampu
: Dr. Arikhah M.Ag
Disusun Oleh :
Annisa Macfiroh
(1604046054)
TASAWUF
PSIKOTERAPI
FAKULTAS USHULUDDIN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
BAB I
Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG
Rasulallah SAW. bersabda:
“ketahuilah bahwa didalam tubuh ada sekepal daging , kalau itu baik, baiklah
seluruh tubuh, kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh, itulah qalb(hati).”(HR
Bukhari dan Muslim).
Sedangkan secara lughawi qalb berati bolak-balik, merujuk
pada sifat hati manusia yang tidak konsisten atau sering bolak-balik. Ungkapan
bahasa arab yang populer dalam menyebut sifat qalb adalah summiya
al-qalbu qalban litaqallubihi, qalb disebut qalb karena sifat qalb yang
inkonsisten.
Melihat eksistensi qalb yang
fitrahnya adalah bolak –balik, naik –turun, mengindikasikan adanya getaran
(vibrasi) yang menggambarkan keidupan.
Denyut nadi dan lairan darah dipersatukan dalam gerakan tersebut,
diamnya adalah kematian dan getarannya dalah kehidupan. dibalik itu semua boleh
juga digambarkan dengan iman yang naik
turun. Tak disebut manusia jika keimanannya stabil, manusia diciptakan tetap
dalam dua persimpangan kehidupan yang satu ke arah keburukan dan satu kearah
kebaikan. Gerakan kedua arah tersebut hendakalah disikapi bahwa baik buruk
merupakan garis yang harus disikapi denga baik. Sikap inilah ynag akan
menentukan hakikat diri dihadapan Allah SWT.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian dari hati yang condong pada kebaikan?
2.
Bagaimana
cara menjadikan hati condong pada kebaikan?
BAB II
Pembahasan
A.
Pengertian hati yang condong pada kebaikan
Hati atau qalb secara lughawi qalb berati
bolak-balik, merujuk pada sifat hati manusia yang tidak konsisten atau sering
bolak-balik. Ungkapan bahasa arab yang populer dalam menyebut sifat qalb
adalah summiya al-qalbu qalban litaqallubihi, qalb disebut qalb karena sifat qalb yang
inkonsisten.[1]
Melihat eksistensi qalb yang fitrahnya adalah bolak
–balik, naik –turun, mengindikasikan adanya getaran (vibrasi) yang
menggambarkan keidupan. Denyut nadi dan
aliran darah dipersatukan dalam gerakan tersebut, diamnya adalah kematian dan
getarannya dalah kehidupan. dibalik itu semua boleh juga digambarkan dengan iman yang naik turun. Tak
disebut manusia jika keimanannya stabil, manusia diciptakan tetap dalam dua
persimpangan kehidupan yang satu ke arah keburukan dan satu kearah kebaikan.
Gerakan kedua arah tersebut hendakalah disikapi bahwa baik buruk merupakan
garis yang harus disikapi denga baik. Sikap inilah ynag akan menentukan hakikat
diri dihadapan Allah SWT. Dan adanya kecondongan hati pada salah satu pihak
merupakan peranan dari adanya dorongan.
Dorongan ialah kekuatan penggerak
yang membangkitkan kegiatan hati dan memotori tingkah laku seta mengarahkan
pada suatu tujuan. Dorongan- dorongan itulah yang mendorong mahklukuntuk
melakukan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan utama yang sesuai dengan lingkungan
sekitarnya.[2]
Disinilah hati manusia mengalami suatu gerak pada apakah ia akan mendekat,
kebaikan atau keburukan.
Hati yang condong pada kebaikan bisa
dilihat dari dorongan mana yang lebih kuat diterima hati, apa dorongan pada hal
baik atau hal buruk. Dalam suatu pengertian bahwa hati atau qalb juga mejadi tempatnya pertimbangan,
dimana kadang hati merasakan suatu keinginan atau dorongan yang tidak bisa
diterima atau menimbulkan keresahanmaka iapun berusaha menjauhkannya dari ruang
lingkup perasaannya. Atau dengan kata lain bahwa hati yang condong pada kebaian
ialah hati yang mampu mengendalikan dorongan-dorongan atau potensi buruk yang
ada.
Sebagai contoh
hati yang baik dapat dideteksi dengan merasakan kecenderungannya, bahwa
hati yang baik akan senang menjalankan hal-hal baik dan menjalankan peraturan
dan perintah Allah swt, serta dengan penuh sadar diri meninggalkan larangan-
Nya.[3]
Penanaman kebaikan pada hati yang terrealisasikan dapat disebut juga akhlak.
B.
Cara menjadikan hati condong pada kebaikan
Seperti pengertian yang dikutip
diatas bahwa hati yang condong pada kebaikan dapat dilihat dari dimana hati
akan lebih memilih amal sholih atau melanggar larangan, maka cara menjadikan
hati condong pada kebaikan dapat melalui:
1.
Pengendalian
dorongan
Allah menciptakan adanya berbagai dorongan dalam fitrah manusia,
guna terealisasinya tujuan-tujuan yang dikehendaki Allah, yaitu penjagaan diri
dan kelangsungan hidup bagi seluruh jenis. Jelas pemenuhan dorongan- dorongan
ini merupakan hal yang dituntut oleh fitrah dan diperlukan oleh tabiat manusia.
Oleh karena itu ditetapkanlah hukum-hukum dan perintah-perintah al-qur’an yang
berkenaan dengan dorongan tersebut dalam batas yang telah digariskan oleh
syari’at.[4]
Sebagaimana dikemukakan al –Qur’an surah al- Baqoroh ayat 168:
يايها الناس كلوا مما في الارض حللا طيبا ولا تتبعوا خطوت الشيطن انه
لكم عدومبين
“hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syetan karena sesungguhnya syetan itu musuh yang
nyata bagi mu”
Dari ayat diatas dapat kita pelajari pemenuhan dorongan haruslah
sesuai syari’at dan tidak terjerumus dengan godaan syetan.
2.
Melakukan
hal baik
Hal baik disini
ialah perbuatan yang memberikan manfaat dan tidak merugikan diri sendiri dan
juga orang lain, contohnya: khusnudzon pada takdir Allah, setiap apa yang
terjadi pada hidup ini telah diatur sedemikan rupa oleh yang maha bijaksana;
berinfak adalah wujud dari pengembalian
segalanya pada Allah karena apapun yang ada pada kita hakikatnya adalah
titipan- Nya. Hendaknya hidup itu memanfaatkan harta, ilmu, jabatan dan
kekuatan fisiknya untuk mencari ridlo Allah.[5]
3.
Mengkonsep
hati sebagai penghambaan pada Allah SWT.
Hati yang menhamba pada Allah adalah hati yang tak lagi berisi
hal-hal lain selain-Nya. Menurut Robert
Frager- syaikh sufi dan profesor psikologi California,
hati adalah sebuah kuil yang ditempatkan tuhan didalam diri setiap
manusia. Sebuah kuil untuk menampung percikan ilahi di dalam diri kita.ia
mengutip hadis terkenal, dimana tuhan berkata, “aku tak cukup ditampung oleh
langit dan bumi, akan tertampung di
dalam hati seorang beriman yang tulus.” Maka kuil di dalam diri kita ini lebih
berharga dari kul tersuci di dunia.
Mengingat
sangat pentingnya hati dalam diri manusia maka keniscayaan bagi kita untuk
menjaganya agar selalu bersih. Caranya seperti dikemukakan Rabi’ah al
–Adawiyah, menyegel hati kuat-kuat sehingga tidak memberikan kesempatanbagi
selain Allah. Kondisi seperti ini hanya bisa dicapai jika kita telah menjadi
hamba pecinta Allha sejati. Yakni dalam kata-kata Fakhrudin iraqi:”agar pecinta
hanya mencintai- Nya saja, hanya membutuhkan-Nya” dengan demikan kita tidak
boleh membuat Allah “cemburu”bkarena hati kita sering berpaling dari Nya.
Memang berat menstabilkan hati karena ia sering berubah.[6]
BAB III
Penutup
A.
Kesimpulan
Hati yang condong pada kebaikan dari materi yang terinci diatas
dapat kita simpulkan bahwa:
1.
Hati
yang condong pada kebaikan ialah hati yang ampu mendorong pemiliknya untuk
melakukan hal baik (hal yang sesuai garis peraturan Allah), dengan pengendalian
dorongan- dorongan buruk yang berpotensi mengotori hati dengan hal –hal
tercela.
2.
Cara
menjadikan hati condong pada kebaikan yaitu dengan:
·
Mengendalikan
dorongan buruk yang berpotensi mengotori hati dan mencondongkannya pada
keburukan, dimana hati di ajak untuk mematuhi perintah Allah SWT.
·
Melakukan
hal-hal baik berupa memanfaatkan harta, ilmu, jabatan dan kekuatan fisiknya
untuk mencari ridlo Allah. Dengan mencari ridlo- Nya takkan hati itu condong
pada keburukan.
·
Menghamba
pada Allah, mengosongkan hati dari hal selain Allah, dengan begitu hati menjadi
bersih dan hal baik akan menghampirinya pula.
Daftar Pustaka
Al-
kumayi, sulaiman. Cahaya Hati Penentram Jiwa, (Semarang: Pustaka Rizki Putra,
2005)
Najati,
Ustman. Al- Qur’an dan Ilmu Jiwa. (Bandung: Pustaka, 1985)
Sapuri, Rafy. Psikologi
Islam. (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009)
[1] Rafy Sapuri, Psikologi
Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2009, Hlm 44.
[2] Ustman Najati,
Al- Qur’an Dan Ilmu Jiwa, Bandung: Pustaka, 1985, Hlm 10.
[3] Rafy Sapuri,
Hlm 48.
[4] Ustman Najaty,
Hlm 46.
[5] Sulaiman Al- Kumayi,
Cahaya Hati Penentram Jiwa, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2005, Hlm
181.
[6] Ibid, Hlm
72-73.
Komentar
Posting Komentar