MAKALAH
FAKTOR-FAKTOR AGAMA ISLAM MUDAH DITERIMA MASYARAKAT JAWA
Disusun Guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam Dan
Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu
: prof. Dr. Sri Suhandjati
Disusun Oleh :
Annisa Macfiroh
(1604046054)
KELAS TASAWUF PSIKOTERAPI-J
FAKULTAS USHULUDDIN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2017
Faktor-Faktor Islam Disambut Baik Ditanah Jawa
Pendahuluan
A.
LATAR BELAKANG
Dalam sejarah perkembangan islam di pulau Jawa menyebutkan bahwa
agama islamyang berasal dari negara tandus di timur tengah itu masuk dan
berkembang dengan pesat karena beberapa faktor baik yang dibawa oleh
mubalighnya maupun ajaran islam yang santun dan damai, karena diketahui
mubaligh atau pembawa agama islam di pulau Jawa menurut sejarah dari berbagai
golongan, jalur apakah yang mereka gunakan untuk motode penyebaran atau dakwah
islam sehingga islam berkembang pesat bahkan tidak hanya dalam masyarkat awam
namun hingga ke keluarga kerajaan. Dan bagaimana mubaligh-mubaligh agama islam
menyikapi budaya jawa yang lekat dengan
agama Hindu- Budha.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Faktor
apa yang membuat Islam mudah diterima di Jawa?
2.
Jalur
apa yang ditempuh mubaligh untuk menyebar ajaran Islam?
Pembahasan
A.
FAKTOR ISLAM MUDAH DITERIMA
DI TANAH JAWA
Sebelum masuknya agama islam di Indonesia, agama hindu- budha telah
berkembang dan mengakar dalam kehidupanmasyarakat
selama 600-700 tahun, akan tetapi agama islam menyebar dengan baik dan pesat
karena disebabkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Syarat masuk islam mudah
Sebagaimana
telah dicontohkan oleh sunan kalijaga yang meminta masyarakat yang menonton
pertunjukan wayangnya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai ganti
upahnya. Namun sebelum itu tentu saja para sunan telah berdakwah untuk
memantapkan hati masyarakat, sehingga mau masuk islam dengan mengucap dua
kalimat syahadat dan tanpa upacara apapun.
2.
Tidak
mengenal sistem kasta
Kasta
atau pengelompokan masyarakat yang dalam agama hindu kasta yaitu status
seseorang yang didapat sesuai pekerjaan dan pangkat, hal tersebut ada mulai
agama hindu masuk ke nusantara sehingga
terjadilah kesenjangan sosial di masyarakat. Sedangkan ketika islam masuk ke
indonesia dalamislamtidak ada pembagian kelompok masyarakat berdasarkan apapun
karena islam mengajarkan ukhuwah (persaudaraan) dalam seluruh golongan
masyarakat. Tidak ada pemisah antara si kaya dan si miskin karena Allah dan
rosul-Nya mengajarkan bahwa Allah swt mampu membolak-balikan posisi kalian
dengan mudahnya maka kita diajarkan untuk menghormati yang lebih lemah dari
kita dan tidak membuat kita sombong bila dalam kondisi baik yang Allah berikan,
sehingga tak ada satu kumpulan manusia yang derajatnya lebih tinggi dari
sekumpulan manusia yang lain seperti dalamsebuah hadis, Abu Hurayroh
meriwayatkan bahwa rosulallahbersabda: “sesungguhnya Allah tidak memandang
bentuk atau rupa kamu. Akan tetapi Allah memandang pada hatidan amal perbuatan
mu semata.” (HR. Ibn Majjah)[1]
3.
Disebarkan secara damai
Mengetahui
islam masuk ke nusantara khususnya pulau jawa murni dari ketulusan hati para
saudagar-saudagar islam yang mengajarkan atau menularkan keimanannya kepada
masyarakat jawa bukan dengan paksaan ataupun peperangan (karena niat awal
memang bukan untik syiar tapi berdagang. Dijelaskan pada hal. 3-4) maka banyak
masyarakat yang awalnya hanya mengagumi
menjadi tertarik dan terbuka pintu hatinya untuk masuk islam, selain itu para
dai atau pendakwah islam juga bersikap santun dan menghormati kebudayan
setempat bahkan menggunakannya sebagai media dakwah yang mudah dipahami oleh
masyarakat dan bukan hanya itu jalur yang mereka gunakan sebagai dakwah pun
relatif menguntungkan bagi masyarakat.
4.
Upacara sederhana
Sebelum
islam datang, penduduk jawa memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme serta
adat yang terdapat di hindu dan budha dan menggunakan seni sebagai bentuk
upacara bagi agama dan kepercayaannya, melihat kenyataan ini para wali memodifikasi
upacara dan seni mereka sebagai jalan dakwahnya dengan menghilangkan nilai atau
unsur yang mengandung kesyirikan, contohnya bagi masyarakat jawa sebelum islam
mereka menghormati keluarga atau saudara yang meninggal dengan ngaben (membakar
mayat: biaya mahal) dan memberi sesaji
namun wali mengubahnya dengan “nyadran” yang dalam bahasa kawi berarti upacara
peringatan hari kematian seseorang. Nyadran bertujuan untuk mendoakan roh
leluhur yang telah mendahului berpulang ke rahamtullah, dan mempersembahkan
sesajinya di ganti dengan syukuran yang diberikan pada sanak saudara yang hadir
dalam acara tersebut.
5.
Runtuhnyakerajaan majapahit
Islam datang ke jawa bersamaan dengan melemahnya posisi raja
majapahit sebagai kerajaan hindu dijawa, hal itu memberi peluang pada penguasa-
penguasa islam di pesisir untuk membangun pusat
kekuasaan yang independen. Dibawah pimpinan sunan ampel denta,walisongo
bersepakat mengangkat raden patah menjadi rajapertama kerajaan demak, kerajaan
islam pertama di jawa dengan gelar senopati jimbun ngabdurrohman panembahan
palembang sayyidin panatagama, yang dalam menjalankan pemerintahannya terutama
di bidang agama dibantu oleh para ulama dan walisongo. Lambat laun daerah ini
menjadi pusat agama yang diselenggarakan oleh para wali dan menyebar luas ke
seluruh jawa.[2]
B.
JALUR PENYEBARAN ISLAM
Dalam sejarah dijelaskan bahwa banyak anggapan tentang kapan dan
siapa pembawa agama islam ke Indonesia terdapat enam saluran yang digunakan
untuk penyebaran pada masyarakat umum dan kaum bangsawan yaitu:
1.
Perdagangan
Jalur ini melibatkan banyak pihak, mulai dari rakyat, bangsawan,
raja dan para pedagang. Hal ini sesuai dengan kesibukan lalu lintas perdagangan
abad-7 sampai abad ke-16, perdagangan natara negeri-negeri bagian barat,
tenggara dan timur Asia. Bupati-bupati di pesisir pantai jawa yang berda di
wilayah kekuasaan majapahit, banyak yang masuk islam. Mereka pada umumnya memiliki
hubungan dengan para pedagang islam, dan ketika para penguasa daerah tersebut
berhasil menguasai perdagangan di daerahnya, kemudian merekamelepaskandiri dari
kekuasaan Majapahit.[3]
Dapat digambarkan sebagai
berikut: mula-mula para pedagang muslim berdatangan di tempat-tempat pusat
perdaganagn kemudian sebagian ada yang bertempat tinggal baik unutk sementara
maupun untuk menetap, lambat launtempat tinggal mereka berkembang menjadi
perkampungan pedagang muslim yang bersal dari negeri asing disebut pekojan.[4]
2.
Perkawinan
Karena pernikahan dalah ikatan lahir batin maka mereka harus dalam
satu iman, oleh karena itu rakyat pribumi yang tertarik dengan pedagang islam
mereka diislamkan terlebih dahulu sebelum pernikahan.Dari sudut ekonomi para
pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih tinggi dari kebanyakan
pribumi sehingga penduduk pribumi terutama putri-putri bangsawan tertarik untuk
menjadi istri saudagar- saudagar itu, setelah mereka memiliki keturunan
lingkuan mereka semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah
dan kerajan-kerajan islam.[5]Disisi
lain, islamisasi melalui perkawinan ini juga diperlancar dengan adanya
pernikahan antara wanita muslimah dengan bangsawan atau raja. Status sosial
ekonomi dan politik raja maupun bangsawan menguntungkan penyebaran islam,
karena agama yang diikuti oleh raja atau bangsawan akan diikuti pula oleh
rakyatnya.[6]
3.
Tasawuf
Penyebaran islam tidak bisa dilepaskan dari peran guru-guru
tasawuf, mereka telah mengembara ke beberapa negeri, sehingga mudah
menyesuaikan dengan alam dan budaya masyarakat. Dengan tasawuf “bentuk” islam
yang diajarkan ke pada penduduk pribumi mempunyai persamaan alam pikiran mereka
yang sebelumnya penganut agama hindu. Para ahli tasawuf biasanya mempunyai
keahlian magis dan penyembuhan, dengan keahliannya ini para sufi menjadi tombak
bagi sarana dakwahnya yaitu mengajarkan teosofis dengan perpaduan budaya bahkan
ajaran agama sebelumnya yang kemudian dikodifikasikan kedalam nilai-nilai islam
sehingga mudah dimengerti dan diterima.[7]
4.
Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun
pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiyai-kiyai, dan ulama-ulama.
Disana para santri diajarkan agama sebagai pembinaan kader umat islam. Setelah
dirasa mampu mereka akan pulang ke kampung halamannya di seluruh penjuru
negeri, dengan harapan dapat membina masyarakat sekitarnya untuk belajar agama
dan mengembangkan ilmu dan ajaran islam di daerahnya. Dan lagi pada umumnya ulama
atau kiai mendidik kader yang akan menggantikannya baik dari lingkungan
keluarganaya maupun santri yang dipandang mampu melanjutkan kepemimpinan di
pesantrennya. Dengan demikian tersebarlah islam diberbagai tempat di jawa
melalui lembaga pesantren secara berkesinambungan. Pesantren juga berfungsi
sebagai lembaga sosial bagi masyarakat yang ingin belajar agama, banyak juga
masyarakat dari lapisan manapun datang pada para ulama atau kiai untuk meminta
konsultasi dan pemecahan berbagai masalah yang mereka hadapi. Pesantren yang
merupakan lembaga multi fungsi sejak pada masa walisongo telah memberikan bekal
ketrampilan bagi santri agar bisa menata kehidupan di masyarakat.[8]
5.
Kesenian
Media penyebaran islam di jawa melalui seni termasuk dengan
kesenianyang telah tumbuh di masyarakat sebelum islam. Anatarnya seni budaya
hindu yang menggunakan gamelan, wayang dan sastra sebagai media untuk
menyampaikan penjelasan tentang kepercayaan, ajaran moral atau ritual agama.
Sebagian budaya tersebut digunakan para wali untuk menyampaikan ajaran islam.
Bentuknya ada yang diubah, ditambahi maupun di ubah dengan corak jawa islam.[9]
Yang paling terkenal adalah seni perwayangan yang sangat digemari masyarakat,
gamelannya dapat mengundang mereka untuk tertarik ingin menyaksikan pertunjukan
tersebut.[10]
Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh paling mahir dalam mementaskan wayang.
Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan tapi ia meminta penonton untuk
mengikutinya mengucap kalimat syahadat. Banyak cerita bersumber dari cerita
mahabarata dan ramayana, tetapi dalamceritanya disisipi ajaran dan nama-nama
pahlawan islam, termasuk cerita punakawan yang berasaldari kreasi para wali
yang nama tokohnya diambil dari bahasa arab.
6.
Politik
Adanya penguasa daerah yang masuk islam, sangat membantu kelancaran
islamisasi, karena dengan begitu rakyat akan mengikuti kepercayaaannya.begitu
pula dengan kemenangan kerajaan islam dalam pertempuran melawan kerajaan
nonislam akan menarik perhatian pendududk nonmuslim dan kemudian mereka
mengikuti masuk islam. Terjadi pertempuran pada umumnya bukankarena memaksa
untuk masuk islam tapi untuk kepentingan masing-masing kerajaan yang ingin
menguasai kerajaan lain yang ada disekitar.[11]
BAB III
Penutup
Kesimpulan
Islam menyebar
luas ke tanah jawa karena berbagai faktor yaitu:
a.
Islam
datang dengan damai tanpa perang dan diajarkan tanpa paksaan
b.
Syarat
untuk masuk islam mudah yaitu dengan mengucap dua kalimat syahadat dan niat
ikhlas dalam hatinya.
c.
Agama
islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan pemabagian kasta
bahwa semua umat muslim baik yang kaya, miskin, pejabat, pedagang tetap dalam
posisi derajat yang sama dan tidak ada satu kaum yang lebih tinggi dari satu
kaum yang lain karena Allah mengukur derajat manusia berdasarkan taqwanya.
d.
Upacara
keagamaan yang mudah dan terjangkau,
karena telah dimodifikasi oleh para wali dan tidak menghilangkan budaya asli,
hanya mengubah nilai yang terdapat kemusyrikan menjadi yang lebih islami.
e.
Islam
masuk ke jawa bersamaan dengan melemahnya raja majapahit sebagai kerajaan hindu
di jawa sehingga ulama islam berkesempatan mendirikan kerajaan islam yang
merdeka.
Keberhasilan
itu juga karena jalur-jalur efektif yang digunakan para wali dan ulama dalam
penyebaran islam yaitu melalui, perdagangan, perkawinan, tasawuf, kesenian dan
politik.
Daftar Pustaka
Yatim badri, 2003, sejarah peradaban islam III, jakarta: PT raja
grafindo persada.
Suhandjati sri, 2015, islam dan kebudayaan jawa revitalisasi
kearifan lokal, semarang:
CV karya abadi
jaya.
Tjandrasasmita uka, 1984, sejarah nasional indonesia III, jakarta:
PN balai pustaka.
[1]
https://www.google.com/searchislamtanpakasta
[2] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam,(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,2003),Hal. 210-211
[3] Sri
Suhandjati, Islam Dan Kebudayaan Jawa Revitalisasi Kearifan Lokal,
(Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015), hal. 60
[4] Ahmad al-
Usairy, Sejarah Islam, Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX,(Jakarta:
Akbar Media, 2003), Hal. 336
[5] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam,(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,2003),Hal.202
[6] Sri
Suhandjati, op.cit., hal.61
[7] Badri
Yatim, op.cit., hal. 203
[8] Sri
Suhandjati, op.cit., hal. 64
[9] Ibid.,
hal. 64-65
[10] Uka
Tjandra Sasmita (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai
Pustaka, 1984), hal. 206-207
[11] Sri
Suhandjati, op.cit., hal. 65
Komentar
Posting Komentar