Langsung ke konten utama

geneologi tarekat dan etika dalam tarekat


Geneologi tarekat ialah kajian atau penelusuran jalur keturunan serta sejarah dari kelahiran atau kemunculan awal tarekat.
Tarekat
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab al-tharq, jamaknya al-thuruk merupakan isim musytaraq yang secara epistimologi berarti jalan, tempat lalu atau metode. Dalam wacana tasawuf, istilah tarekat ini sampai abad ke-11 M/5 H di pakai dengan pengertian jalan yang lurus yang dipakai oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah atau dengan kata lain berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh dinding atau hijab. Sedangkan ihtiar untuk mencapai jalan itu dinamakan suluk. Dan orang yang bersuluk disebut salik.jadi dapat dikatakan bahwa kata terkait itu berarti kebiasaan atau tradisi, sejarah kehidupan sirat dan Namun anggapan atau pengertian tarekat sebagai kumpulan orang mengaji ini hanya bertahan hingga abad ke-6 hijriyah karena setelah abad ke-6 tarekat berubah mejadi suatu organisasi jama’at.[1] Yang terstruktur meski dalam kegiatannya sama.

Tarekat sebagai sebuah ajaran yang melembaga dan muncul pada abad ke-6 H, yaitu setelah berdirinya organisasi-organisasi jamaah para sufi dengan para murid atau pengikutnya masing-masing. Kemudian, menurut Said Muhammad Aqali, bahwa tarekat itu muncul sebagai sebuah organisasi baru pada abad ke-6 H dan ke-7 H. indikasi tersebut diperkuat oleh bukti historis bahwa pada masa itu telah banyak bermunculan terekat-tarekat, seperti yasafiyah yang didirikan oleh Ahmad Yasafi 562H/1169M, khawajaqawiyah yang dinisbahkan kepada pendirinya Abdul al-Khaliq al-Ghaznawi, Qadariyah yang dipelopori oleh Abdul Qadir al-Jailani, syaziliyah yang dinisbahkan kepada Nur al-Din Ahmad al-Syazali dan Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad al-Rifa’i.[2]
Ajaran pokok, yakni pengenalan Tuhan yang sebenar-benarnya. Diberinya teladan seperti bersuci atau taharah, pada syari’at dengan air atau tanah , pada hakekat bersih dari hawa nafsu, pada hakekat bersih dari selain Allah, semuanya itu untuk mencapai ma’rifat terhadap Allah. Oleh karena itu orang tidak dapat berhenti pada syar’iat saja, mengambil tarekat atau hakikat saja, ia memperbandingkan syari’at itu dengan sampan, tarekat itu lautan, hakekat itu mutiara, orang tidak dapat mencapai mutiara itu dengan tidak melalui kapal dan lautan.[3]

Seorang ahli tarekat besar menerangkan, bahwa sebenarnya tarekat itu tidak terbatas banyaknya, karena tarekat atau jalan kepada Tuhan itu sebanyak jiwa hamba Allah. Pokok ajarannya tidak terbilang pula, karena ada yang akan melalui jalan zikir, jalan muraqabah, jalan ketenangan hati, jalan pelaksanaan segala ibadah, seperti sembahyang, puasa, haji dan jihad, jalan melalui kekayaan, seperti mengeluarkan zakat dan membiayai amal kebajikan, jalan membersihkan jiwa dari kebimbangan dunia akan kethama’an hawa nafsu, seperti khalawat dan mengurangi tidur, mengurangi makan minum, semuanya itu tidak dapat dicapai dengan meninggalkan syariat dan Sunnah Nabi. Dalam hal ini Al-Junaid memperingatkan : “Semua tarekat itu tidak berfaedah bagi hamba Allah jika tidak menurut Sunnah Rasulnya”.
Maka oleh karena itu tiap-tiap tarekat diakui sah oleh ulama harus mempunyai lima dasar,
pertama menuntut ilmu untuk dilaksanakan sebagai perintah tuhan,
 kedua mendampingi guru dan teman setarekat untuk meneladani,
 ketiga meninggalkan rukhsah dan ta’wil untuk kesungguhan,
keempat mengisi semua waktu dengan do’a dan wirid dan
kelima mengekangi hawa nafsu daripada berniat salah dan untuk keselamatan.[4]
-          Tarekat sebagai organisasi
pengertian tentang tarekat itu, yang mula-mula tidak lain daripada suatu cara nengajar atau mendidik, lama-lama meluas menjadi kekeluargaan, kumpulan, yang mengikat penganut-penganut Sufi yang sepaham dengan sealiran, guna memudahkan menerima ajaran-ajaran dan latihan-latihan daripada pemimpinnya dalam suatu ikatan, yang bernama tarekat.
Terutama dalam zaman kemajuan Baghdad dalam abad ke-III dan k e-IV Hijriyah, dalam  masa kehidupan lebih banyak merupakan keduniaan daripada keagamaan, kelihatan benar pertumbuhan pengertian tarekat kedua ini. Dalam pada itu dari satu pihak kelihatan lunturnya iman dan tauhid, dari lain pihak timbulnya hidup kebendaan dan kemewahannya, yang kedua-duanya menyuburkan kerusakan akhlak dan moral dalam kalangan kaum muslim.
Maka timbulah ulama-ulama yang ingin hendak memperbaiki kerusakan jasmani dan rohani itu ingin mengembalikan umat kepada kehidupan Islam yang sebenar-benarnya, seperti yang pernah terjadi dalam masa Nabi. Lalu mereka mengumpukan pengikut-pengikutnya, mengajar dan melatih syari’at Islam, serta meresapkan kedalam jiwanya, jazb, rasa ketuhanan melalui jalan tatiqah yang kita namakan tarekat sekarang ini dari petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam ayat-ayat Qur’an atau dalam Hadis-Hadis. Dengan demikian terjadilah tarekat itu semacam kumpulan amal yang dipimpin oeh seorang guru, yang dinamakan mursyid atau syeik tarekat, wakilnya bias dinamakan khalifah, beberapa banyak pengikutnya yang dinamakan murid dengan gedungnya tempat berlatih melakukan ibadat dan lain-lain yang bernama ribath atau zawiyah, kitab-kitab yang khusus dipergunakan untuk keperluan itu, baik mengenai ilmu fiqih maupun mengenai ilmu tasawuf, yang sudah diberi bercorak sesuatu tarekat yang khusus, mempunyai zikir dan do’a serta wirid yang khusus pula, perjanjian-perjanjian yang tertentu dari murid terhadap gurunya, yang biasa disebut bai’at dll. Sehingga tarekat itu merupakan suatu kekeluargaan, ukhuwah yang berbeda antara satu sama lain. Segala sesuatu yang terjadi dalam tarekat itu mempunyai corak yang tertentu. Sampai kepada cara bergaul dan cara berpakaian, cara melakukan ibadat, cara berfikir dan berwirid, berbeda dengan yang lain. Sebagai perkumpulan tarekat itu didirikan dan dipimpin oleh seorang bekas murid yang telah mendapat ijazah (ilmu) dari gurunya dengan silsilah yang diakui kebenarannya sampai kepada Nabi Muhammad.[5]



Prinsip-prinsip dalam tarekat
Dalam berdirinya suatu tarekat sebagai suatu jalan yang dilalui untuk mencapai sufi terlebih setelah tarekat menjadi sebuah organisasi bagi jama’at para kaum atau calon sufi tentulah memilki prinsip dasar yang harus ada. Prinsip dasar atau hal pokok atau bisa juga disebut komponen dalam tarekat yaitu
1.      Adanya mursyid: mursyid yaitu guru dalam hal ini yang dimaksud guru ialah guru spiritual yang membimbing dalam tarekat. Islam sangat memberikan perhatian terhadap keberadaan seorang mursyid sehingga seorang mursyid harus dihormati oleh penganutnya dan juga ada syarat bagi seseorang untuk bisa disebut mursyid yaitu haruslah berilmu, memiliki agama yang luhur dan memilki sifat terpuji.

2.      Adanya murid: murid yaitu seorang yang hendak menempuh jalan mendekatkan diri pada Allah yang akan melaksanakan suluk. Dalam prinsipnya bahwa seorang murid harus mengehormati guru atau mursyidnya, atau dalam beberapa tarekat tertentu terdapat aturan apakah seorang murid harus tinggal dengan gurunya atau ia boleh pulang. Murid dalam tarekat seseorang yang dikatakan sebagai murid yaitu orang yang telah di baiat oleh sang mursyid, sehingga mursyid tahu bahwa orang itu ialah muridnya.
3.      Adanya baiat: baiat atau perjanjian disini ialah prosesi pelantikan yang dilakukan oleh sang mursyid pada muridnya sebagai tanda bahwa orang tersebut diterima jadi murid dan menjadikan orang itu mendapat kewajiban untuk mentaati perintah mursyid dan menghormatinya. Baik prosesinya yaitu berbeda-beda antara tarekat satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh seperti duduk berhadapan dengan dua lutut mursyid menempel pada lutut sang calon murid dan mengucap ayat Al- Qur’an.
4.      Adanya ajaran: ajaran dalam tarekat tentu yang berhubungan dengan jalann menuju Allah SWT yang berasal dari Al- Qur’an dan as- sunnah. Dengan dzikir dan berdoa. Hal ini tidak lepas dari kitab-kitab yang berisikan ajaran baik fiqih, muamalah, dan juga tasawuf.
5.      Adanya silsilah: silsilah yang dimaksud yaitu runtutan guru apakah sang mursyid berguru dengan mursyid- mursyid yang jika diurutkan akan menyambung pada rasullah SAW. Karena ajaran yang diyakini validitasnya yaituyang samapai pada nabi Muhammad sehingga silsislah menjadi hal yang penting dalam tarekat.
Diatas adalah lima hal yang menjadi unsur sekaligus prinsip dalam tarekat sebagai landasan diakuinya tarekat.



Etika dalam tarekat
Dalam tarekat sebagai suatu perkumpulan manusia yang memilki tujuan tentulah ada nilai atau etika berperilaku yang harus diiketahui seluruh anggota tarekat sehingga tarekat tersebut. Dalam hal ini etika yang kami bahas yaitu
Etika murid terhadap mursyid:
1.      Menyerahkan diri lahir batin
2.      Menurut dan mematuhi perintah gurunya
3.      Tidak boleh mengguncing gurunya
4.      Tidak boleh melepaskan ikhtiyarnya sendiri
5.      Harus selalu ingat kepada gurunya
6.      Tidak boleh memiliki keinginan untuk bergaul lebih dalam dengan mursyid-nya, baik untuk tujuan dunia maupun akhirat
7.      Harus mempunyai keyakinan dalam hati
8.      Tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya
9.      Harus memelihara keluarga dan kerabat gurunya
10.  Kesenangan murid tidak boleh sama dengan gurunya
11.  Tidak memberi saran kepada gurunya
12.  Tidak boleh memandang kekurangan gurunya
13.  Harus rela memberikan sebagian dari hartanya
14.  Tidak boleh bergaul dengan orang yang dibenci gurunya
15.  Tidak boleh melakukan sesuatu yang dibenci gurunya
16.  Segala sesuatu yang menyangkut pribadinya harus mendapat izin dari gurunya
17.  Tidak boleh duduk pada tempat yang biasa dipakai duduk oleh gurunya
Etika mursyid terhadap murid:
1.      Alim dan ahli dalam memberikan tuntunan-tuntunan kepada murid-muridnya baik dalam ilmu fiqh, aqa’id dan tauhid sehingga tidak ada keraguan lagi pada mereka.
2.      Mengetahui tentang hati, kesempurnaannya, penyakit-penyakitnya, dan bagaimana cara mengobatinya.
3.      Memiliki belas kasihan terhadap orang islam, terutama murid-muridnya dan bersabar dalam mendidik mereka serta bijaksana dalam memperbaiki mereka.
4.      Pandai menyimpan segala rahasia murid-muridnya.
5.      Tidak menyalahgunakan amanah muridnya.
6.      Menjadi contoh dan teladan bagi murid-muridnya.
7.      Tidak terlalu banyak bergaul dan bergurau dengan murid-muridnya.
8.      Membersihkan ucapan dari nafsu dan keinginan.
9.      Bijaksana dan selalu berlapang dada, ikhlas, dan tidak memberatkan muridnya untuk mengamalkan sesuatu yang tidak mereka sanggupi.
Segera memerintahkan muridnya untuk berkhalwat ditempat sepi dan jauh darinya jika melihat keadaan murid yang sering bersamanya menunjukkan kebesaran dan ketinggian hatinya.
  1. 11.   Menjaga kepercayaan dan kehromatan dirinya dihadapan muridnya.
  2. 11.  Tetap memberi petunjuk-peteunjuk tertentu pada waktu-waktu tertentu untuk memperbaiki keadaan murid-muridnya.
  3. 12.  Memberikan amalan yang lebih banyak kepada murid-muridnya ketika rahasia-rahasia sudah terbuka bagi mereka untuk menaikkan mereka ketingkat yang lebih tinggi dan untuk menghindari mereka dari rasa bangga pada diri sendiri.
  4. 13.  Melarang murid-muridnya untuk banyak bicara dengan teman-temannya terutama tentang wirid-wirid dan pengalaman-pengalaman spiritual yang mereka alami.
  5. 14.  Menyediakan  tempat khlawat khusus untuk murid-muridnya dan juga untuk dirinya sendiri.
  6. 15.  Menjaga agar muridnya tidak melihat segala gerak-geriknya.
  7. 16.  Mencegah muridnya untuk tidak terlalu banyak makan.
  8. 17.  Melarang murid-muridnya berhubungan dengan Syeikh tarekat lain.
  9. 18.  Melarang murid-muridnya untuk bertamu kepada raja-raja dan orang-orang besar kecuali ada keperluan tertentu.
  10. 19.  Berkhutbah dengan lemah lembut.
  11. 20.  Mendatangi undangan dengan penuh kehormatan dan penghargaan serta dengan rendah hati.
  12. 21.  Duduk dengan tenang dan penuh sabar dihadapan murid-muridnya.
  13. 22.  Tidak memalingkan muka ketika ada murid yang mendatanginya.
  14. 23.  Menanyakan murid yang tidak hadir dan mengetahui penyebabnya.[6]

Etika murid terhadap murid yang lain:
1.      Tidak boleh iri kepada murid lainnya
2.      Saling menjaga dan menyayangi
3.      mencintai ikhwan tarekat seperti ia mencintai dirinya sendiri.
4.      memulai mengucapkan salam, bersalaman, dan berbicara dengan bahasa yang menyenangkan jika bertemu dengan sesama ikhwan.
5.      bergaul sesama ihkwan dengan akhlak yang baik.
6.      bersikap tawadhu kepada ikhwan.
7.      mencari keridhaannya mereka dan anda harus memandang mereka lebih baik dari pada anda sendiri, selanjutnya saling menolong dalam kebaikannya dan takwa, mencintai allah, dan mendorong mereka dalam hal yang disebut ridha allah, dan menunjuki mereka ke jalan yang benar.
8.      menaruh kasih kepada semua ikhwan, hormat kepada yang lebih besar dan sayang kepada yang lebih mulia.
9.      bersikap simpatik dan halus dalam upaya menasihati ikhwan jika mereka melakukan pelanggaran.
10.  berbaik sangka kepada ikhwan. Bila kamu melihat aib pada seseorang, maka ucapkanlah pada diri sendiri : “aib itu sebenarnya ada pada saya sebab seorang muslim adalah cermin bagi muslim lainnya”.
11.  hendaklah menerima permintaan maaf ikhwan yang lainnya apabila ia minta maaf meskipun ia berdusta, sebab orang yang meminta maaf kepadamu secara terbuka meskipun batinnya marah. Maka sesungguhnya orang itu telah tatt kepadamu dan telah menghormatimu.
12.  mendamaikan dua ikhwan yang bermusuhan.
13.  bersikap benar kepada sesama ikhwan dalam segala kondisi, dan jangan lupa mendoakan mereka dengan ampunan, meskipun mereka gaib (tidak ada dihadapan kita).
14.  memberi kelapangan kepada mereka dalam majlis.
15.  bertanya dengan nama kawan kita sekaligus nama ayahnya.
16.  mempertahankan harga diri ikhwan dan menolong mereka meskipun sedang tidak dihadapan kita.
17.  menunaikan janji apabila ia berjanji, sebab sesungguhnya janji termasuk salah satu dari dua pemberian. Menurut ahlussunnah, ia adalah utang. Menyalahi janji termasuk kemunafikan.
etika murid terhadap dirinya sendiri:
1.      Meninggalkan pergaulan dengan orang-orang yang jahat, sebaliknya bergaul dengan orang-orang pilihan.
2.      Jika hendak berdzikir padahal ia telah memiliki keluarga dan anak, maka seyogyanya menutup pintu yang dapat menghalangi antara dia dengan istri dan anaknya.
3.      Meninggalkan sikap berlebihan baik dalam urusan makan, minum, pakaian, maupun hubungan suami istri.
4.      Meninggalkan cinta dunia dan berfikir tentang kehidupan akhirat. Cinta kepada allah tidak akan besemi dihati jika dihati ada cinta kepada dunia.
5.      Tidak tidur dalam keadaan junub, tetapi sebaliknya selalu dalam keadaan suci dan punya wudhu.
6.      Tidak boleh toma’ (berharap) kepada apa yang ada ditangan manusia lain
7.      Jika rezeki sulit didapat dan hati manusia keras kepadanya, maka bersabarlah. Sebab boleh jadi harta dunia berpaling dari murid ketika ia masuk dalam tarekat.
8.      Hendaklah ia melakukan muhasabah (instropeksi) dan mendorong jiwanya untuk mengamalkan tarekat.
9.      Menyedikitkan tidur, terutama diwaktu sahur, sebab ia adalah waktu yang ijabah.
10.  Menjaga diri agar makan yang jelas kehalalannya.
11.  Membiasakan diri sedikit makan, tidak makan kecuali bila lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.
12.  Menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna dan menjaga hati dari getaran yang tidak perlu. Orang yang menjaga lisan dan istiqomah hatinya akan terbuka baginya rahasia-rahasia langit.
13.  Memejamkan mata dari melihat muharramat, sebab melihat yang diharamkan bagaikan racun yang  dapat membunuh, dan racun itu ada dihatinya. Maka dikhawatirkan ia membunuh dirinya lebih-lebih jika melihat muharramat dengan syahwat.
14.  Meninggalkan senda gurau yang berlebihan, sebab ia dapat mematikan hati dan bisa mengakibatkan kezaliman .
15.  Menyertai ikhwan yang mengalami kesulitan, ajak ia bicara tentang adab dalam bertarekat agar hatinya terbuka dan ia lepas dari kesulitan yang dideritanya.
16.  Meninggalkan terbahak-bahak dalam ketawa, sebab ia dapat mematikan fungsi hati. Oleh karena itu rosullah tidak tertawa dengan terbahak-bahak, tetapi ia hanya tersenyum saja.
17.  Menghindari membahas keadaan hal-ihkwal orang lain.
18.  Menjauhi kecintaan kepada kemuliaan, keagungan dan kekuasaan, sebab ia bisa memutuskan jalan kepada allah.
19.  Hendaklah murid bersikap tawadhu, sebab tawadhu dapat mengangkat martabat orang yang melakukannya.
20.  Hendaklah ia bersikap khouf dan raja. Takut oleh allah sekaligus mengharap ampunannya.
21.  Membiasakan diri mengucapkan insya allah jika bermaksud melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
22.  Menyembunyikan rahasia spiritual yang ia dapatkan dalam mimpinya atau dalam terjaganya, kecuali kepada mursyidnya.
23.  Seyogyanya si murid memiliki waktu tersendiri untuk berzikir kepada tuhannya dengan dzikir yang khusus yang ia terima dari gurunya tanpa ada penambahan atau pengurangan.
24.  Jangan merasa lambat terbukanya hijab kepadanya, tetapi beribadahlah kepada allah. Sama saja apakah allah membuka mata hatinya sehingga ia bisa melihat rahasia langit atau tidak.





[1] Rusli Ris’an, Tasawuf Dan Tarekat Studi Pemikiran Dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 184
[2] Rusli Ris’an, Tasawuf Dan Tarekat Studi Pemikiran Dan Pengalaman Sufi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 189
[3] Atjeh Aboebakar, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadani, 1985), hal. 71
[4] Atjeh Aboebakar, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadani), 1985, hal. 72
[5] Atjeh Aboebakar, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadani, 1985), hal. 74
[6] Abubakar Aceh, Pengantar Ilmu Tarekat, (Solo: Ramadhani, 1996), hlm. 80-84

Komentar

Postingan populer dari blog ini

shuhbah, futuwah dan itsar

keutamaan shuhbah, futuwah dan itsar BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sahabat adalah orang yang bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, sehingga dalam   pembahasan ilmu hadist, para sahabat sangat berperan eksistensinya. Karena para sahabat   merupakan orang yang pertama langsung bertemu dengan Rasul dan hidup di zaman Rasulullah saw., Para sahabat inilah yang meriwayatkan hadist, sebab dia mendengar dan melihat perbuatan apa yang Rasulullah lakukan di zaman hidupnya. Para sahabat sangat berperan sebagai pengganti yang melanjutkan tugas Rasulullah Saw., setelah rasul wafat. Mereka melakukan penyebaran dakwah dengan segala resiko dan tantangan yang harus dihadapinya. Sahabat Rasulullah merupakan generasi yang paling mulia, karena mereka menerima pendidikan secara langsung dari Rasulullah Saw., disamping terdidik dalam suasana wahyu, mereka pula yang menjaga sunnah Rasulullah terpelihara. Sehingga dapat sampai dan berekembang kepad...

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.M Amin Syukur, M.A. JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang. Para ahli ilmu pengetahuan tidak memiliki kesamaan pendapat mengenai manusia. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan oleh manusia. Mereka melihat manusia hanya...

tuma'ninah, musyahadah dan ma'rifat

PEMBAHASAN A. Tuma’ninah الطمأنينة ) Secara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau kawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Thuma’ninah adalah suasana ketentraman hati karena terpengaruh oleh sesuatu yang lain. Menurut al-Sarraj tuma’ninah sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Menurut ibnu Qayyim, “kebenaran adalah identik dengan ketentraman, sedangkan kebohongan adalah identik dengan keraguan dan kegelisahan.” Nabi juga bersabda, kebenaran adalah sesuatu yang menenangkan hati. Thuma’ninah Waktu shalat adalah waktu singkat yang sangat berharga bagi seorang muslim, karena ia sedang menghadap dan bermunajahat kepada Rabbnya yang Maha Tinggi dan Maha Tinggi dan Maha Agung oleh karena itu hendaknya berusaha untuk mening...