BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih
sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup lainnya. Akibat dari
unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami
perubahan-perubahan, baik perubahan-perubahan dari segi fisiologis maupun
perubahan-perubahan psikologis.
Selain itu, manusia menurut Iqbal adalah
individu yang unik. Artinya, manusia telah dipilih Tuhan untuk menjadi Khalifah
dibumi dan individu itu adalah pribadi yang merdeka dan mempunyai resiko yang
ditanggung.[1]
Kehidupan dinamis dan secara kualitatif berevolusi
untuk mencapai kesempurnaan. Karena itulah maka kajian tentang manusia, tanpa
mengenal perbedaan zaman, selalu relevan dan tidak akan pernah mengalami
kadaluarsa.
Kondisi citra manusia secara potensial
tidak dapat berubah, sebab jka berubah maka eksetensinya manusia menjadi
hilang. Namun secara aktual, citra itu dapat berybah sesuai dengan kehendak dan
pilihan manusia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi dari Citra Manusia?
2.
Bagaimana citra manusia dalam perpsektif psikologi barat?
3.
Bagaimana citra manusia dalam perspektif psikologi Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Citra Manusia
Citra Manusia menurut al-Qur’an.
Dalam QS. Al-Baqarah: 30
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلائِكَةِ إِنِّي
جَاعِلٌ فِي الأرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا
وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ
إِنِّي أَعْلَمُ مَا لا تَعْلَمُونَ
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Banyak ulama berpendapat bahwa
malaikat dari segi pengertian dalam bahasa agama adalah “makhluk halus yang
diciptakan Allah dari cahaya yang dapat berbentuk dengan aneka bentuk, dan taat
mematuhi perintah Allah dan sedikitpun tak pernah membangkang.[2]
Ayat di atas ini bercerita tentang
penyampaian keputusan Allah kepada para malaikat tentang rencana-Nya
menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada penting, karena malaikat akan
dibebani sekian tugas menyangkut manusia. penyampaian itu juga kelak diketahui
manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugerah-Nya yang
tersimpul dalam dialog Allah dengan malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menjadikan
khalifah di dunia”, demikian penyampaian Allah SWT.
Mendengar rencana tersebut para
malaikat bertanya tentang makna penciptaan tersebut. Mereka menduga bahwa
khalifah ini akan merusak dan menumpahkan darah. Dugaan itu mungkin didasarkan
pengalaman mereka sebelum terciptanya manusia, di mana ada makhluk yang berlaku
demikian, atau berdasar asumsi bahwa karena yang akan ditugaskan menjadi
khalifah bukan malaikat. Dan setelah malaikat bertanya-tanya “mengapa
demikian?”, maka Allah menjawab dengan singkat tanpa membenarkan dan
menyalahkan. Allah menjawab “Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.[3]
Kita sebagai manusia, yang mana
makhluk yang dipandang dan dimuliakan oleh Allah sebagai makhluk yang terbaik
di antara makhluk-makhluk yang lain. Sebagaimana firman-Nya QS. al-Isra’ ayat
70:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ
عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Artinya: “Dan Sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Yang dimaksud citra di sini adalah
gambaran tentang diri manusia yang berhubungan dengan kualitas-kualitas asli
manusiawi yang merupakan Sunnatullah yang dibawa sejak ia dilahirkan.
Manusia sebagai khalifah di bumi telah
dibekali berbagai potensi, diantaranya:
a. Manusia mempunyai kapasitas
intelegensi yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk yang lainnya.
b. Manusia dikaruniai pembawaan yang
mulai dan martabat.
c. Manusia mempunyai kecenderungan dekat
dengan Tuhan, dan lain-lain.
Dengan mengembangkan potensi tersebut
diharapkan manusia mampu menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah dan khalifah
Allah.
B.
Citra Manusia dalam Psikologi Barat Kontemporer
Pemahaman
tentang citra manusia sangat
beragam, tergantung pada latar belakang dimana citra itu terumuskan. Misalnya
latar belakang agama, ideologis bangsa, cara pandang, pendekatan studi dan
sebagainya.
Aliran
Psiko-Analisis adalah aliran psikologi yang menekankan analisis struktur
kejiwaan manusia yang relatif stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh
Sigmund Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh Carl Gustav Jung dan
Erik H. Erikson. Ciri utama aliran ini adalah :
a.
Menentukan aktivitas manusia
berdasarkan struktur jiwa yang terdiri atas id,
ego dan superego.
b.
Penggerak utama struktur manusia ialah libido, sedangkan libido yang terkuat adalah libido
seksual. Karenanya, hampir seluruh tingkah laku manusia teraktual
disebabkan oleh motivasi libido seksual.
c.
Tingkat kesadaran manusia terbagi
atas alam pra-sadar (the preconscious),
alam tak-sadar (the unconscious) dan
alam sadar (the conscious).
Dengan
pembagian tiga aspek struktur kepribadian, maka tingkat tertinggi struktur
kepribadian manusia adalah moralitas, sosialitas dan tidak menyentuh pada aspek keagamaan. Freud menyatakan
bahwa tingkatan moralitas digambarkan sebagai tingkah laku yang irasional sebab
tingkah laku ini hanya mengutamakan nilai-nilai luas, bukan nilai-nilai yang
berada dalam kesadaran manusia sendiri.
Ketidakmampuan
Freud dalam mengkaver aspek keagamaan dalam struktur kepribadian disebabkan
oleh:
a.
Objek penelitian empiriknya
difokuskan pada manusia-manusia sakit yang terganggu emosinya, seperti manusia
lumpuh, pincang, dan kerdil kejiwaannya. Ia justru meninggalkan penelitian pada
manusia-manusia yang sehat ruhaninya;
b.
Hirarki struktur kepribadian yang
dibangun Freud terdiri atas alam pra sadar, alam tidak sadar, dan alam sadar,
belum menyentuh pada alam supra sadar atau atas sadar, sedangkan agama
merupakan aspek kepribadian yang berada pada alam supra sadar.
c.
Agama yang menjadi fokus penelitian
Freud lebih diorientasikan pada agama-agama primitive (seperti animisme dan
dinamisme), bukan agama samawi yang rasional atau supra rasional. Atau objek
penelitiannya pada pemeluk agama yang belum matang tingkat keberagamaannya,
sehingga konklusinya belum menyentuh pada substansi ajaran agama yang
sebenarnya. Dengan alasan ini maka teori struktur Freud tidak akan mampu
mengenal nilai-nilai agama.
Motivasi yang
mendorong kepribadian adalah insting hidup yang disebut dengan libido. Libido yang paling dominan dalam
kepribadian manusia adalah libido seksual yang terletak pada struktur id (aspek
biologis manusia). Hal itu menunjukkan bahwa aktualisasi aspek psikologis dan
sosiologis manusia hanya dimotivasi oleh peran seks (syahwat). Apabila peran
seks tidak berkeinginan untuk diaktualisasikan berarti aspek psikologis dan
sosiologis tidak akan terealisir, namun apabila ia berkeinginan untuk
diaktualisasikan maka aktualitas itu sebenarnya merupakan tuntutan keprimitifan
tingkah laku manusia, sebab semuanya didorong oleh libido seksual yang terpusat
pada id. Dari sini hakikat tujuan hidup manusia menurut Freud hanya mengejar
kenikmatan, hedonism, dan mengembangkan impuls-impuls hawa nafsunya yang
primitif, bukan ingin membangun cinta manusia yang sesungguhnya.
Ego sebagai
pusat kepribadian ternyata tidak memiliki otonomi dalam bertingkah laku.
Kekuatan ego ternyata dikontrol oleh kekuatan id. Teori inilah yang kemudian
dikritik oleh psikolog dari psikoanalisa kontemporer dan Psiko-Humanistik.
Teori struktur Freud diasumsikan dari manusia
yang buruk, yang mana citra buruk itu diakibatkan oleh ketimpangan sosialnya,
misalnya karena peperangan atau penjajahan.
Psiko-Behavioristik
adalah aliran psikologi yang menekankan teori-teorinya pada perubahan tingkah
laku manusia. Aliran ini dipelopori oleh John Dollard, Skinner, dan Neal E.
Miller. Psiko-Behavioristik menolak struktur kejiwaan manusia yang relatif stabil dan
menetap. Mereka berkeyakinan bahwa tingkah laku seseorang mudah berubah karena
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Psiko-Humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan kekuatan dan
keistimewaan manusia. Manusia lahir dengan citra dan atribut yang baik dan
dipersiapkan untuk berbuat yang baik pula. Diantara citra baik itu adalah sifat-sifat
dan kemampuan khusus manusia, seperti berfikir, berimajinasi, bertanggungjawab,
berestetika, beretika dan sebagainya. Aliran Psiko-Humanistik sangat
menggantungkan teori strukturnya pada kekuatan manusia (antroposentris), sehingga hasil teorinya selangkah lagi menjadi
ateisme.
Aliran ini juga terkesan menganggap diri manusia sebagai Tuhan (play God), karena manusia dalam
menentukan segalanya. Aliran ini juga memfokuskan penelitiannya ada hubungan
antar-manusia, sehingga aliran ini melupakan kebutuhan agama. Selain itu,
aliran ini sering menyebut istilah spiritual dalam teori strukturnya, namun
spiritual yang dimaksud bukanlah agama, tetapi sebatas pada ketergantungan
manusia pada sesuatu yang belum atau tidak realistik.
Psiko-Eksistensial yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha perilaku manusia untuk memahami manusia dengan mengatasi
jurang pemisah antara subjek
dan objek.
Psikologi Eksistensial dilaksanakan dengan berbagai variasi, yang semuanya dengan satu atau lain cara yang mengambil
inspirasinya dari karya karya ahli falsafah di Eropa Barat, Seperti Paul Tillich, Martin Heidegger, Jean Paul Sartre, Ludwig Binswanger, dan Eugene Minkowski. Psikologi Eksistensial sangat
menekankan implikasi-implikasi falsafah hidup dalam menghayati makna kehidupan
manusia didunia ini. Promotor-Promotor dari Psikologi Eksistensial di Amerika
Serikat adalah Rollo May, Victor
E.Frankl, dan Adrian Van Kaam. Psikologi eksistensial berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta,
yang mencakup: kemampuan kesadaran diri; kebebasan untuk memilih dan menentukan
nasib hidupnnya sendiri; tanggung jawab pribadi; kecemasan sebagai unsur
dasar dalam kehidupan batin; usaha untuk menemukan makna dari kehidupan manusia;
keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain; kematian; serta kecenderungan
dasar untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.
Aliran ini telah menetukan struktur berdasarkan keberadaan empirik manusia
dan menempatkan manusia pada kedudukan humanisnya. Naumun, teori ini belum
mampu menjangkau keberadaan alam pra-kehidupan dunia, seperti kehidupan alam
arwah. Demikian juga belum mampu menyentuh alam pasca kehidupan dunia, seperti
kehidupan akhirat. Kehidupan manusia, bagi Psiko-Eksistensial, tak ubahnya
kehidupan hewani belaka. Ia akan eksis bila telah beraktivitas baik dan akan
mendapatkan kebahagiaan dunia.
C.
Citra
Manusia dalam Perspektif Psikologi Islam
Citra
manusia yang
penciptaannya tidak ada perubahan merupakan fitrah, sebab jika berubah maka
eksistensi manusia akan hilang. QS. al-Rum:30 menunjukkan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya.
Keajegan
fitrah sebagai pertanda agama yang lurus, walaupun hal itu tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Oleh sebab itu, untuk mengetahui citra manusia maka dapat
ditelusuri hakikat
fitrah, antara lain sebagai berikut:
a.
Makna
Fitrah
Dalam
literarur Islam, istilah fitrah memiliki makna yang beragam karena disebabkan
oleh pemilihan sudut makna. Fitrah dapat dimaknai secara etimologi (basic meaning), terminologi, bahkan
nasabi (relational meaning).
Masing-masing makna tersebut memiliki implikasi psikologi.
b.
Makna Etimologi
Fitrah
berarti “terbukanya sesuatu dan melahirkannya”, seperti orang yang berbuka
puasa. Dari makna dasar tersebut dapat berkembang menjadi dua makna pokok yaitu
fitrah berarti al-insyiqâq atau al-syaqq yang berarti al-inkisâr (pecah atau belah) dan fitrah
berarti al-khilqah, al-jihad, atau al-ibda’ (penciptaan).
c.
Makna Nasabi
Makna nasabi diambil dari beberapa ayat dan hadits Nabi di mana
kata fitrah itu berada. Karena masing-masing ayat dan hadits memiliki konteks
yang berbeda maka pemaknaan fitrah juga mengalami keragaman.
Pertama, fitrah berati suci (al-thuhr). Menurut al-Awzaiy, fitrah
memiliki makna kesucian (al-thuhr).
“Setiap anak tidak dilahirkan kecuali dalam kondisi fitrah (suci). Maka kedua
orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi atau musyrik.: (HR.
al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Maksud suci disini bukan berarti
kosong atau netral (tidak memiliki kecenderungan baik-buruk) sebagaimana yang
diteorikan oleh John Locke atau Psiko-Behavioristik, melainkan kesucian psikis
yang terbebas dari dosa warisan dan penyakit ruhaniah.
Kedua, fitrah berarti potensi ber-Islam (al-dinn al-Islamiy). Pemaknaan
semacam ini dikemukakan oleh Abu Hurairah bahwa fitrah berarti beragama Islam.
Pemaknaan tersebut menunjukkan bahwa tujuan penciptaan manusia adalah
penyerahan kepada yang Mutlak (ber-Islam). Tanpa ber-Islam berarti
kehidupannya telah berpaling (al-inkhirâf)
dari fitrah asalnya. Ber-islam ditandai dengan penyerahan pada ayat-ayat Qurani dan kauni Allah SWT.
Ketiga, fitrah berarti mengakui ke-esa-an Allah (tawhid Allah). Manusia
lahir dengan membawa potensi tauhid, atau paling tidak, ia berkecenderungan
untuk mengesakan Tuhan, dan berusaha secara terus-menerus untuk mencari dan
mencapai ketauhidan tersebut.
d.
Makna Terminologi
Berdasarkan
makna etimologi dan nasabi dapat
disimpulkan bahwa secara terminologi fitrah adalah citra asli yang dinamis,
yang terdapat pada sistem-sistem psikofisik manusia, dan dapat diaktualisasikan
dalam bentuk tingkah laku. Citra unik tersebut telah ada sejak awal
penciptaannya.
1.
Manusia dilahirkan dengan citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ver-Islam,
bertauhid dan menjadi khalifah di muka bumi.
2.
Manusia memiliki ruh yang berasal dari Tuhan yang mana menjadi esensi
kehidupan manusia.
3.
Bahwa pusat tingkah laku manusia adalah kalbu, bukan otak atau jasad
manusia; manusia memperoleh pengetahuan tanpa diusahakan, seperti pengetahuan
intuitif dalam bentuk wahyu dan ilham; serta tingkat kepribadian manusia tidak
hanya sampai pada humanitas atau sosialitas, tetapi sampai pada berketuhanan (Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan yang dipaparkan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa dalam diri manusia terdapat beberapa citra, yang
mana yang dimaksut citra disini adalah gambaran dari diri manusia yang
berhubungan kualitas-kualitas asli manusia yang merupakan sunnaullah yanmg di
bawa sejak dia di lahirkan.
Citra manusia yang dilahirakan dengan
citra yang baik, seperti membawa potensi suci, ber-islam, bertauhid, ikhas.
Untuk menjadi khalifah di muka bumi ini. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah
ayat 30. Dalam ayat tersebut terdapat kata (خليفة)
khalifah diambil dari kata (خلف) khalafa yang berarti
”mengganti dan melanjutakan”. Dimana kata khalifah disini dalam arti
menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan
ketetaan-ketetapan-Nya ada pula yang memahaminya dalam arti yang menggantikan
makhluk lain dalam menghuni bumi ini.
Pemahaman
tentang citra manusia sangat
beragam, tergantung pada latar belakang dimana citra itu terumuskan. Tingkat
tertinggi struktur kepribadian manusia adalah moralitas, sosialitas dan tidak
menyentuh pada aspek keagamaan.
Motivasi yang
mendorong kepribadian adalah insting hidup yang disebut dengan libido. Libido yang paling dominan dalam
kepribadian manusia adalah libido seksual yang terletak pada struktur id (aspek
biologis manusia).
Citra
manusia yang
penciptaannya tidak ada perubahan merupakan fitrah, sebab jika berubah maka
eksistensi manusia akan hilang. QS. al-Rum:30 menunjukkan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah SWT menurut fitrahnya. Oleh sebab
itu, untuk mengetahui citra manusia maka dapat ditelusuri hakikat
fitrah, antara lain: makna fitrah,
makna etimolog, makna nasabi, dan makna terminology.
B. Daftar Pustaka
-
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir. (2003). Nuansa-Nuansa Psikologi
Islam. Jakarta: Rajawali Press - PT Raja Grafindo Persada
-
Danusiri, Epistemologi dalam Tasawuf
Iqbal. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996)
-
M. Quraish shihab, Tafsir Al-Misbah voleme 2. (Jakarta: Lentera Hati, 2000)
-
https://rifacons.wordpress.com/2009/02/19/hakikat-fitrah-dan-citra-manusia-dalam-psikologi-islam/ diakses pada 07/11/2017 jam 19:55
Komentar
Posting Komentar