Langsung ke konten utama

Fungsi dan tujuan terapi sufistik


Fungsi dan tujuan terapi sufistik
Annisa Macfiroh

BAB  I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang
Penyembuhan sufi merupakan sebuah tren baru di kalangan masyarakat modern yang tampaknya telah mengalami titik jenuh dengan berbagai pola orientasi material. Sebagian mereka mulai melirik dunia spiritual dalam bermacam-macam lini kehidupan, termasuk dunia kesehatan. Setelah sistem pengobatan medis dalam arti pengobatan dengan alat-alat canggih dan bahan-bahan kimia berkembang sedemikian rupa, namun pada kenyataannya tidak mampu menyelesaikan secara utuh persoalan-persoalan penyakit yang banyak diderita, maka orang kemudian beralih ke pengobatan yang bersifat alternatif spiritualistik. Kecenderungan ini terus berkembang mengikuti tren sufistik.
Banyak jalan yang bisa ditempuh untuk melakukan penyembuhan sufistik, jalan-jalan tersebut antara lain sama dengan apa yang dilakukan kaum sufi, yakni dengan cara berzikir, shalat, maembaca shalawat, dan mendengarkan musik. Cara-cara ini terbukti sangat ampuh dalam mengatasi berbagai penyakit. Lalu tentang apa tujuan dan fungsi penyembuhan sufi itu, pemakalah akan menjlaskan lebih lanjut dalam pembahasan.
b.      Rumusan Masalah
Pada kesempatan kali, pamakalah mengusung rumusan masalah yakni :
1.  Apa fungsi terapi sufistik?
2.  Apa tujuan dari terapi sufistik?

c.  Tujuan Penulisan
Rumusan masalah ini memiliki tujuan diantaranya :
1.    Mengetahui dan memahami fungsi dari terapi sufistik
2.    Mengetahui tujuan terapi sufistik



BAB  II
PEMBAHASAN

1.      Fungsi Terapi Sufistik
Berdasarkan dari artinya, kata heal tidak terbatas pada suatu penyakit fisik, melainkan psikis dalam sebuah proses pengalaman yang panjang menuju kesempurnaan, atau paling tidak kembali seperti semula. Hal itu berarti bahwa segala sesuatu yang berupaya untuk kembali ke wujud, karakter, unsur aslinya mengharuskan suatu proses panjang yang berupa pengalaman. Proses tersebut harus dilakukan sendiri dan dari dalam diri sendiri dengan penuh kesungguhan atau dengan kata lain, memaksimalkan potensi diri sendiri. [1]
Terapi sufistik (ath-thibb ash-shufi) bukan sekedar teori, tetapi juga bersifat praktis. Para sufi telah membuat rumusan tata cara menerapi penyakit jiwa bagi para pasien mereka, yaitu dengan cara menjelaskan kepada para pasien tersebut jalan menuju kesempurnaan jiwa dengan membangkitkan ruh keimanan dalam jiwa lemah, mengajak mereka untuk membersihkan niat, memperkuat tekad, menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT dan taqwa kepada-Nya. Dan dianjurkan mereka untuk memenuhi jiwa dengan kejujuran, hati dengan ikhlasan, dan perut dengan barang-barang yang halal. Kemudian mengajak mereka untuk menerapi jiwa-jiwa yang resah melalui dzikir yang benar, yang dapat menentramkan jiwa yang lemah dan depresi.[2]
Sebagai suatu ilmu tentu saja terapi sufistik mempunyai fungsi dan tujuan yang komplit,
nyata dan mulia. Fungsi tersebut secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Fungsi Pemahaman (Understanding)
Memberikan pemahaman dan pengertian tentang manusia dan problematikanya dalam hidup serta bagaimana mencari solusi dari problematika itu secara baik, benar dan mulia. Khususnya terhadap gangguan mental, kejiwaan, spiritual dan moral. Serta problematika-problematika lahiriyah maupun batiniyah pada umumnya. Memberikan pemahaman pula bahwasannya ajaran Islam (al-Qur'an dan as-Sunnah) merupakan sumber paling lengkap, benar dan suci untuk menyelesaikan berbagai problematika yang berkaitan antara pribadi manusia dengan Tuhannya, pribadi manusia dengan lingkungan keluarganya, pribadi manusia dengan sosialnya.
2.      Fungsi Pengendalian (Control)
Memberikan potensi yang dapat mengarahkan aktifitas manusia agar tetap terjaga dalam pengendalian dan pengawasan Allah SWT, sehingga tidak akan keluar dari kebenaran, kebaikan dan kemanfaatan. Cita-cita dan tujuan hidup akan dapat tercapai dengan sukses, eksistensi dan esensi diri senantiasa mengalami kemajuan dan perkembangan yang positif serta terjadinya keselarasan dan harmoni dalam kehidupan bersosialisasi, baik secara vertikal maupun horisontal.
3.      Fungsi Peramalan (Prediction)
Sesungguhnya dengan ilmu ini seseorang akan memiliki potensi besar untuk melakukan analisa kedepan tentang segala peristiwa-peristiwa, kejadian dan perkembangan. Hal ini dapat di baca dan dianalisa berdasarkan peristiwa-peristiwa masa lalu, sekarang dan yang akan datang.
4.      Fungsi Pengembangan (Development)
Mengembangkan ilmu ke-Islaman, khususnya tentang manusia dan seluk-beluknya, baik yang berhubungan dengan problematika ke-Tuhanan menuju keinsanan, baik yang bersifat teoritis, aplikatif maupun empirik. Bahkan bagi yang mempelajari dan mengaplikasikan ilmu ini, ia pun berarti melakukan proses pengembangan eksistensi keinsanannya menuju kepada esensi keinsanan yang sempurna.
5.      Fungsi Pendidikan (Education)
Hakikat pendidikan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia, misalnya dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari buruk menjadi baik atau dari yang sudah baik menjadi lebih baik.
Fungsi utama datangnya para Nabi dan Rasul adalah memberikan pendidikan kepada seluruh umat manusia agar menjadi pandai, kritis. Dengan potensi itu manusia akan memiliki keunggulan dan sempurna (insan kamil) di mata Tuhannya. Dengan adanya Sunnah Nabi saw, maka seluruh isi al-Qur'an dapat dijabarkan secara luas, dalam dan setinggi-tingginya.
Demikian terapi sufistik memberikan bimbingan dalam proses pendidikan yang melepaskan dari rasa dosa dan durhaka serta pengaruh negatif lainnya yang senantiasa dapat mengganggu eksistensi kepribadian yang selalu cenderung untuk taat dan patuh kepada Tuhannya, serta cenderung berbuat baik kepada semua makhluk dan lingkungannya.
Sehingga untuk melepaskan diri dari lingkungan setan itu, maka perlu adanya perjuangan dan kesungguhan yang tinggi dengan metode, tehknik dan strategi yang akurat. Seperti dalam ajaran spiritual Islam yang lebih dikenal dengan istilah Mujahadah (kesungguhan diri), Riadloh (mengolah diri), Muroqobah (pengamatan diri), Wara' (Bersikap hati-hati), dan sebagainya dengan melakukan ibadah utama dan Sunnah, seperti shalat, dzikrullah, do'a, membaca Al-Qur'an, dan shalawat kepada Nabi Muhammad saw.  [3]
Adapun fungsi yang spesifik dari terapi sufistik adalah sebagai berikut :
1.      Fungsi Pencegahan (Prevention)
Dengan mempelajari, memahami dan mengaplikasikan ilmu ini, seseorang akan dapat terhindar dari keadaan atau peristiwa yang membahayakan dirinya, jiwa, mental, spiritual atau mentalnya. Sebab akan dapat menimbulkan potensi preventif, sebagaimana yang telah diberikan oleh Allah SWT, pada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Seperti Nabi Muhammad SAW, Beliau memperoleh "kema'suman" yaitu potensi dari segala sesuatu yang dapat membahayakan esensi dan eksistensi dirinya.
2.      Fungsi Penyembuhan /Perawatan (Treatment)
Terapi sufistik akan membantu seseorang melakukan pengobatan, penyembuhan dan perawatan terhadap gangguan atau penyakit, khususnya terhadap gangguan mental, spiritual dan kejiwaan seperti dengan berdzikrullah, hati dan jiwa menjadi tenang dan damai, spirit dan etos kerja akan bersih dan suci dari gangguan setan, jin, iblis, dan sebagainya.
3.      Fungsi Penyucian dan Pembersihan (Sterilisasi / Purification)
Terapi sufistik melakukan upaya penyucian-penyucian diri dari rasa dosa dan durhaka dengan penyucian najis (Istinja'), penyucian yang kotor (mandi), penyucian yang bersih (Wudlu), penyucian yang suci / fitri (Shalat Taubat), dan penyucian yang maha suci (dzikrullah mentauhidkan Allah).
2.      Tujuan Terapi Sufistik
Psikoterapi sufistik khususnya memiliki tujuan untuk mengobati dan mencegah gangguan kejiwaan yang menyebabkan penyimpangan emosi, mental, moral dan sikap hidup dari nilai-nilai Islam yang dapat menyebabkan ketidaktenangan dan kejiwaan yang sesuai dengan nilainilai dan ajaran Islam sehingga akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Secara umum psikoterapi bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang baik itu emosi, mental, pengetahuan dan pemahaman diri dan perubahan tingkah laku maka psikoterapi sufistikpun secara umum bertujuan mengeksploitasi diri dan memahami diri sebagai makhluk berkepribadian, sebagai makhluk bersosial dan sebagai makhluk yang menghambakan diri kepada Allah SWT. Sehingga akan terjadi perubahan tingkah laku yakni kondisi psikis yang tercermin dalam sikap yang sehat dan dinamis menuju kepada ketenangan, ketentraman dan kebahagian dalam kesehatan sesuai dengan nilai daan ajaran Islam sebagai upaya meraih ridha Allah SWT.
Tujuan ini akan mengantarkan pada keseimbangan diri dan lingkungan sesuai dengan fitrah kemanusiaan bagi manusia. Sehingga dalam keadaan lingkungan yang bagaimanapun kesiapan diri dan kejiwaan yang telah terbentengi dengan nilai-nilai agama tidak akan terpengaruhi dan mengalami goncangan.
Adapun tujuan dari terapi sufistik ialah :
1.      Memberikan kepada setiap individu agar sehat jasmaniyah dan rohaniyah, atau sehat mental, spiritual, dan moral, atau sehat jiwa dan raganya.
2.      Menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya insani.
3.      Mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian.
4.      Meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata.
5.      Mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri atau jati  diri atau citra diri serta dzat yang Maha Suci yaitu Allah Ta'ala Rabbal 'Alamin.[4]


BAB  III
PENUTUP

d.    Kesimpulan
Sebagai suatu ilmu tentu saja terapi sufistik mempunyai fungsi dan tujuan, yaitu memiliki fungsi pemahaman, fungsi pengendalian, lalu fungsi peramalan, fungsi pengembangan, dan fungsi pendidikan. Adapun fungsi yang spesifik dari terapi sufistik adalah untuk pencegahan, penyembuhan /perawatan, dan untuk penyucian dan pembersihan jiwa.
 Lalu tujuan dari terapi sufistik ialah untuk memberikan kepada setiap individu agar sehat jasmaniyah dan rohaniyah, atau sehat mental, spiritual, dan moral, atau sehat jiwa dan raganya, menggali dan mengembangkan potensi esensial sumber daya insani, mengantarkan individu kepada perubahan konstruksi dalam kepribadian, meningkatkan kualitas keimanan, keislaman, keihsanan dan ketauhidan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata, mengantarkan individu mengenal, mencintai dan berjumpa dengan esensi diri atau jati  diri atau citra diri serta dzat yang Maha Suci yaitu Allah Ta'ala.

BAB  IV
DAFTAR PUSTAKA

An-Najar Amir, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, terj. Ija Suntana (Jakarta: Mizan Publika, 2004).
Bakran Adz-Dzaky Hamdani, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002).
Syukur Amin, Sufi Healing, (Jakarta; Penerbit Erlangga, 2012).


[1] Amin Syukur, Sufi Healing, (Jakarta; Penerbit Erlangga, 2012), hlm. 71-72.
[2] Amir An-Najar, Psikoterapi Sufistik dalam Kehidupan Modern, terj. Ija Suntana (Jakarta: Mizan Publika, 2004), hlm. 1.
[3] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2002), hlm. 271-272.
[4] Hamdani Bakran Adz-Dzaky, Konseling dan Psikoterapi Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2002), hlm. 276-278

Komentar

Postingan populer dari blog ini

shuhbah, futuwah dan itsar

keutamaan shuhbah, futuwah dan itsar BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sahabat adalah orang yang bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, sehingga dalam   pembahasan ilmu hadist, para sahabat sangat berperan eksistensinya. Karena para sahabat   merupakan orang yang pertama langsung bertemu dengan Rasul dan hidup di zaman Rasulullah saw., Para sahabat inilah yang meriwayatkan hadist, sebab dia mendengar dan melihat perbuatan apa yang Rasulullah lakukan di zaman hidupnya. Para sahabat sangat berperan sebagai pengganti yang melanjutkan tugas Rasulullah Saw., setelah rasul wafat. Mereka melakukan penyebaran dakwah dengan segala resiko dan tantangan yang harus dihadapinya. Sahabat Rasulullah merupakan generasi yang paling mulia, karena mereka menerima pendidikan secara langsung dari Rasulullah Saw., disamping terdidik dalam suasana wahyu, mereka pula yang menjaga sunnah Rasulullah terpelihara. Sehingga dapat sampai dan berekembang kepad...

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.M Amin Syukur, M.A. JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang. Para ahli ilmu pengetahuan tidak memiliki kesamaan pendapat mengenai manusia. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan oleh manusia. Mereka melihat manusia hanya...

tuma'ninah, musyahadah dan ma'rifat

PEMBAHASAN A. Tuma’ninah الطمأنينة ) Secara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau kawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Thuma’ninah adalah suasana ketentraman hati karena terpengaruh oleh sesuatu yang lain. Menurut al-Sarraj tuma’ninah sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Menurut ibnu Qayyim, “kebenaran adalah identik dengan ketentraman, sedangkan kebohongan adalah identik dengan keraguan dan kegelisahan.” Nabi juga bersabda, kebenaran adalah sesuatu yang menenangkan hati. Thuma’ninah Waktu shalat adalah waktu singkat yang sangat berharga bagi seorang muslim, karena ia sedang menghadap dan bermunajahat kepada Rabbnya yang Maha Tinggi dan Maha Tinggi dan Maha Agung oleh karena itu hendaknya berusaha untuk mening...