Langsung ke konten utama

Hubungan Psikologi Dengan Agama


Hubungan Psikologi Dengan Agama
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam perkembangan ilmu psikologi sebagai ilmu yang berada dalam ranah kejiwaan sangat dekat kaitannya dengan agama. Bahkan dalam mencapai derajat kesehatan yang mengandung arti keadaan sejahtera (well being) pada diri manusia, terdapat titik temu (convergence) antara psikologi/psikiatri/kesehatan jiwa di satu pihak dan agama dipihak lain.
Dewasa ini pemisahan (dikotomi) antara ilmu pengetahuan dan agama tidak lagi dianut, bahkan justru diintegrasikan. Hal ini sesuai dengan pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh pakar, antara lain: (a) Ilmu pengetahuan tanpa agama sama dengan orang buta, sebaliknya agama tanpa ilmu pengetahuan sama dengan orang lumpuh (Albert Einstein, 1995); (b) Di dalam memandu kesehatan manusia yang serba kompleks dengan segala keterkaitannya, maka komitmen agama merupkan kekuatan yang tidak dapat diabaikan.
Penggabungan antara psikologi dengan agama merupakan suatu perbaruan yang mana terdapat keterkaitan atau hubungan antara psikologi dengan agama yang akan dirinci dalam makalah berikut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Dari Psikologi dan Agama?
2.      Bagaimana Hubungan Psikologi dan Agama?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Psikologi dan Agama
Psikologi secara umum berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, dalam cakupannya meliputi hal-hal yang tak nampak oleh indra. Psikologi terlepas dari pengertian yang umum mempunyai esensi berupa suatu titik pandang para pemikir, bagaimana suatu titik pandang para pemikir, bagaimana memandang kehidupan. Psikologi adalah ilmu fitrah manusia, kecenderungan manusia, perkembangan manusia dan pikiran mausia.
Psikologi mencakup berbagai bidang pengetahuan yang luas. Ia mencakup pengetahuan tentang imajinasi dan sejenisnya yang merupakan bagian dari kerja pikiran, pengetahuan tentang imajinasi dan sejenisnya yang merupakan bagian dari kerja pikiran, pengetahuan tentang perasaan dan sejenisnya yang menjadi garapan emosi, pengetahuan tentang gairah yang merupakan bagian dari ekspresi seseorang. Psikologi juga mencakup rangsangan dan supresi, pengetahuantentang atarki dan kebalikannya, pengetahuan tentang simpati dan antipasti, dan pengetahuan tentang sumber semua hal itu.[1]
Pada awalnya, psikologi merupakan cabang dari fisafat, karena fisafat merupakan induk dari segala cabang ilmu. Tahap selanjutnya psikologi berdiri sebagai cabang ilmu tersendiri dan pengertiannya lebih mengarah pada pengertian tentang ilmu yang mempelajari proses mental yang tampak dalam perilaku. Karena keterbatasan manusia dalam pemahamannya tentang jiwa (ruh), para ahli berbeda pendapat dalam memberikan definisi tentang psikologi. Namun secara umum, psikologi adaah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dalam berhubungan dengan lingkungannya.[2]
Sedangkan agama berasal dari kata latin religio yang berarti kewajiban. Dalam Encyclopedia of Philosophy agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martimeau).[3]
Agama memiliki sangkut paut dengan kehidupan batin manusia. Menurut Harun Nasution, agama berasal dari kata Al Din yang berarti undang-undang atau hukum, daalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, mendudukkan, patuh, utang, balasan dan kebiasaan. Dan agama dari bahasa Eropa Religi berarti mengumpulkan dan membaca. Harun Nasution mengatakan, kata agama tarsusun dari dua kata, “A” berarti tidak dan “GAM” berati pergi, jadi agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secata turun temurun. Dari pengertian tersebut berarti kandungan yang merupakan hukum yang harus dipatuhi penganut agama yang berangkutan.[4]

B.     Hubungan Psikologi dan Agama
Seiring perkembangan, para ahli melihat bahwa psikologi memiliki keterkaitan dengan masalah-masalah yang menyangkut kehidupan batin manusia yang dalam, yaitu agama. Kemudian para ahli memunculkan studi khusus tentang hubungan antara kesadaran agama dan tingkah laku.[5]
Psikologi dengan agama merupakan dua hal yang berhubungan erat. Mengingat agama sendiri diturunkan kepada umat manusia dengan dasar-dasar yang disesuaikan oleh kondisi psikologi dan situasi psikologi. Tanpa dasar, agama akan sulit diterima oleh manusia. Karena didalam agama mengajarkan bagaimana agar menusia tanpa paksaan bersedia menjadi seorang hamba yang patuh dan taat kepada ajaran agama. Dalam agama, penuh dengan unsur-unsur paedagogis yang merupakan esensi pokok dari tujuan agama yang diturunkan oleh Tuhan kepada manusia. Unsur paedagogis dalam agama tidak mempengaruhi manusia kecuali bila disampaikan sesuai petunjuk psikologis. Makna agama dalam psikologis pasti berbeda-beda pada tiap orang. Bagi sebagian orang agama adalah ritual ibadah, seperti sholat dan puasa. Adapula yang berpendapat agama adalah pengapdian kepada sesama makhluk atau pengorbanan untuk suatu keyakinan.
Hubungan psikologi dan agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi keagamaan, yaitu kesadaran agama dan pengalaman agama. Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan intropeksi. Pengalaman agama sendiri merupakan perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi objek studinya dapat berupa gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan dan proses hubungan antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaan.
Psikologi dengan agama tidak bermaksud untuk melakukan penelitian atau kritik terhadap ajaran agama tertentu, tapi semata untuk memahami dan melukiskan tingkah laku keagamaan sebagai ekspresi dalam alam pikiran, perasaan, dan sebagainya akibat adanya keyakinan agama tertentu.
Contoh bahwa psikologi dengan agama mempunyai hungan erat dalam memberikan bimbingan manusia adalah jika manusia melanggar norma-norma agama dipandang dosa. Perasaan dosa inilah yang mengakibatkan perasaan nestapa atau sedih dalam dirinya meskipun tidak diberikan hukuman secara lahiriyah. Psikologi memandang bahwa orang yang berdosa telah menghukum dirinya sendiri karena berbuat pelanggaran. Jiwa mereka tertekan dan dihantui perasaan bersalah. Dan bila yang bersangkutan tidak dapat  mensublimasikan perasaannya, akan mengakibatkan semacam penyakit jiwa yang merugikan dirinya sendiri. Dalam hal itulah penduduk agama sangat diperlukan untuk memberikan jalan sublimatif serta khatarisasi mengingat hubungan antara keduanya.[6]
Berikut beberapa pendapat tokoh-tokoh psikologi tentang hubungan psikologi dan agama :
1.      Pendapat tokoh aliran psikoanalisis
a.       Sigmund Freud, Agama sebagai ilusi, dianggap menjadi penghalang untuk mencapai tujuan. Menurut Freud adalah hubungan negative.
b.      Carl Gustav Jung, Agama merupakan perkara yang bermakna bagi manusia baik secara kelompok individu. Menurut Gustav adalah hubungan positive.
c.       Erick Form, Agama sebagai cinta manusiawi, karena tujuan hidup adalah memekarkan cinta dan rasa manusia. Menurut Erick adalah hubungan positive.
2.      Pendapat tokoh aliran behaviorisme
a.       Skinner, gejala keagamaan merupakan perilaku yang dikondisikan.

3.      Pendapat tokoh aliran humanistik
a.       William James, didalam agama terddapat beberapa ciri yaitu, agama sebagai hal yang amat pribadi (satu dan yang lain beragam), agama berhubungan dengan perasaan emosional, didalamnya terdapat banyak sekte atau aliran keagamaan.
b.      Abraham Marslow, kebutuhan pokok yang bersifat kodrati dalam tubuh manusia ada lima, yaitu : kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan psikologis, kebutuhan kasih saying, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
4.      Pendapat aliran Transpersonal, dalam psikologi transpersonal banyak memperhatikan, menaruh perhatian pada corak manusia.
5.      Pendapat psikologi sufstik, dalam mencapai kebenaran menggunakan pedoman al-Qur’an sebagai kitab.[7]
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pada awalnya, psikologi merupakan cabang dari fisafat, karena fisafat merupakan induk dari segala cabang ilmu. Tahap selanjutnya psikologi berdiri sebagai cabang ilmu tersendiri dan pengertiannya lebih mengarah pada pengertian tentang ilmu yang mempelajari proses mental yang tampak dalam perilaku. Karena keterbatasan manusia dalam pemahamannya tentang jiwa (ruh), para ahli berbeda pendapat dalam memberikan definisi tentang psikologi. Namun secara umum, psikologi adaah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dalam berhubungan dengan lingkungannya.
Hubungan psikologi dan agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi keagamaan, yaitu kesadaran agama dan pengalaman agama. Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan intropeksi. Pengalaman agama sendiri merupakan perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi objek studinya dapat berupa gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan dan proses hubungan antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaan.

B.     Kritik dan Saran
Kami sangat menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum bisa memenuhi standart yang ditentukan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kami menerima dengan lapang dada kritik dan saran dari pembaca. Karena sangat diperlukan dalam memperbaiki makalah ini dan penyusunan makalah yang selanjutnya agar lebih   baik lagi.



[1] Inayat Khan,Dimensi Spritual Psikologi,(Bandung:Pustaka Hidayah,2000),hlm.14.
[2] Sururin,Ilmu Jiwa Agama,(Bandung:Grafindo Persada,2004),hm.2.
[3] Jalaluddin Rakhmat,Psikologi Agama Sebuah Pengantar,(Jakarta:Mizan,2004),hlm.50.
[4] Abidin Nata,Metodologi Studi Islam,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1998),hlm.13.
[5] Sururin,Ilmu Jiwa Agama,(Bandung:Grafindo Persada,2004),hm.2.
[6]
[7]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

shuhbah, futuwah dan itsar

keutamaan shuhbah, futuwah dan itsar BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Sahabat adalah orang yang bertemu langsung dengan Rasulullah SAW, sehingga dalam   pembahasan ilmu hadist, para sahabat sangat berperan eksistensinya. Karena para sahabat   merupakan orang yang pertama langsung bertemu dengan Rasul dan hidup di zaman Rasulullah saw., Para sahabat inilah yang meriwayatkan hadist, sebab dia mendengar dan melihat perbuatan apa yang Rasulullah lakukan di zaman hidupnya. Para sahabat sangat berperan sebagai pengganti yang melanjutkan tugas Rasulullah Saw., setelah rasul wafat. Mereka melakukan penyebaran dakwah dengan segala resiko dan tantangan yang harus dihadapinya. Sahabat Rasulullah merupakan generasi yang paling mulia, karena mereka menerima pendidikan secara langsung dari Rasulullah Saw., disamping terdidik dalam suasana wahyu, mereka pula yang menjaga sunnah Rasulullah terpelihara. Sehingga dapat sampai dan berekembang kepad...

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL

MANUSIA MAKHLUK BI-DIMENSIONAL Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Bimbingan Konseling Dosen Pengampu : Prof. Dr. H.M Amin Syukur, M.A. JURUSAN TASAWUF PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017 BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Manusia merupakan satu bagian dari alam semesta yang bersama-sama dengan makhluk hidup lainnya mengisi kehidupan di alam semesta ini. Dibandingkan dengan binatang, manusia memiliki fungsi tubuh dan fisiologis yang tidak berbeda. Namun, dalam hal yang lain manusia tidak dapat disamakan dengan binatang, terutama dengan kelebihan yang dimilikinya, yakni akal, yang tidak dimiliki oleh binatang. Para ahli ilmu pengetahuan tidak memiliki kesamaan pendapat mengenai manusia. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh adanya kekuatan dan peran multidimensional yang diperankan oleh manusia. Mereka melihat manusia hanya...

tuma'ninah, musyahadah dan ma'rifat

PEMBAHASAN A. Tuma’ninah الطمأنينة ) Secara bahasa tuma’ninah berarti tenang dan tentram. Tidak ada rasa was-was atau kawatir, tak ada yang dapat mengganggu perasaan dan pikiran karena ia telah mencapai tingkat kebersihan jiwa yang paling tinggi. Thuma’ninah adalah suasana ketentraman hati karena terpengaruh oleh sesuatu yang lain. Menurut al-Sarraj tuma’ninah sang hamba berarti kuat akalnya, kuat imannya, dalam ilmunya dan bersih ingatannya. Seseorang yang telah mendapatkan hal ini sudah dapat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT. Menurut ibnu Qayyim, “kebenaran adalah identik dengan ketentraman, sedangkan kebohongan adalah identik dengan keraguan dan kegelisahan.” Nabi juga bersabda, kebenaran adalah sesuatu yang menenangkan hati. Thuma’ninah Waktu shalat adalah waktu singkat yang sangat berharga bagi seorang muslim, karena ia sedang menghadap dan bermunajahat kepada Rabbnya yang Maha Tinggi dan Maha Tinggi dan Maha Agung oleh karena itu hendaknya berusaha untuk mening...